JAKARTA, KOMPAS.com Pengamat politik dari UIN Syarief Hidayatullah, Pangi Syarwi Chaniago menyarankan pemerintah dan DPR tak perlu membahas wacana anggota partai politik di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Alasannya, kata Pangi, bila sistem tersebut diterapkan justru menjadi sebuah kemunduran nilai-nilai demokrasi di Tanah Air.

“Selama ini, kita sudah memperjuangkan bagaimana penyelenggara pemilu bisa objektif, netral dan berdiri di atas semua kepentingan golongan dan bukan partisan,” kata Pangi, Rabu (22/3/2017).

(Baca: Bahas Revisi UU Pemilu, Ketua DPR Kumpulkan Pimpinan Fraksi Pekan Depan)

Wacana itu muncul setelah Panita Khusus RUU Pemilu melakukan kunjungan kerja ke Jerman beberapa waktu lalu. Menurut Pangi, kunjungan kerja yang dilakukan Pansus RUU Pemilu justru sia-sia bila mereka ingin menerapkan wacana itu di dalam sistem pemilu Indonesia.

“Logika sederhana saya, syarat dengan tidak dibolehkan penyelenggara pemilu sekaligus menjadi anggota parpol saja sudah banyak problem di situ. Banyak kemudian penyelenggara pemilu partisan, terkesan berpihak, tidak netral dan sebagainya,” ujarnya.

( Baca: Jokowi: Revisi UU Pemilu Jangan Terjebak Perangkap Politik Jangka Pendek)

Sebelumnya, Wakil Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang (Pansus RUU) Pemilu, Yandri Susanto menyatakan pihaknya mewacanakan keanggotaan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) berasal dari partai politik. Hal itu mengacu pada keanggotaan KPU di Jerman yang terdiri dari delapan orang berlatar belakang partai politik, dan dua orang hakim untuk mengawal bila muncul permasalahan hukum.

Saat ditanya soal independensi dari penyelenggara pemilu yang berlatar belakang partai politik, Yandri menilai hal itu justru meminimalisir kecurangan.

Leave a Reply