RILIS.ID, Jakarta— Verifikasi Partai Politik (Parpol) yang diatur dalam UU Pemilu, dalam pelaksanaannya ternyata hanya diperuntukkan bagi parpol baru. Hal ini oleh sejumlah kalangan dianggap diskrimintaif dan dapat menciderai demokrasi.

“Verifikasi yang hanya bagi parpol baru ini adalah ancaman bagi demokrasi,” kata Direkrur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago di Jakarta, Minggu (13/8/2017).

Pangi menjelaskan, draf rancangan UU Pemilu mensyaratkan seluruh parpol tanpa terkecuali harus memiliki badan hukum, mempunyai kepengurusan di semua Provinsi, 75 persen di tingkat kabupaten/kota, dan 50 persen di tingkat kecamatan.

Selain itu, parpol juga masih dituntut memiliki kantor dari tingkat provinsi sampai kecamatan. Menurut Pangi, menjadi persoalan kemudian siapa yang bisa menjamin Parpol lama masih memiliki semua ketentuan dan syarat tersebut.

“Semua parpol, mau lama atau baru dan tetap harus diverifikasi dalam rangka perlakuan yang sama dan juga menjaga kualitas demokrasi,” kritik Pangi.

Pada Pasal 173 ayat (1) UU Pemilu mengatur bahwa parpol peserta pemilu ditetapkan atau dinyatakan lulus verifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Sedangkan di Pasal 173 ayat (3) disebutkan parpol yang telah lulus verifikasi dengan syarat sebagaimana dimaksud tidak diverifikasi ulang dan langsung ditetapkan sebagai parpol peserta pemilu.

Pangi menilai ketentuan tersebut justru bersifat diskriminasi, sebab, parpol yang yang baru berbadan hukum diwajibkan untuk ikut verifikasi untuk menjadi peserta Pemilu 2019, sedangkan parpol peserta Pemilu 2014 tidak diwajibkan.

Leave a Reply