REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago menyayangkan apabila reshuffle yang dilakukan Presiden Joko Widodo hanya melihat loyalitas partai pendukung pemerintah. Menurutnya, reshuffle seharusnya dilihat dari kinerja para menteri.

“Kalau basis reshuffle hanya sebatas menambah kursi menteri atau mengurangi kursi menteri dari partai soal loyalitas, saya pikir sudah melenceng dan keluar trayek. Harus tetap pada khitah kinerja,” ujar Pangi kepada Republika.co.id, Ahad (23/7).

Pangi mengatakan, beberapa kali reshuffle yang dilakukan oleh Jokowi tak menunjukkan korelasi dengan peningkatan hasil kinerja kementerian.

Ia pun kembali menyayangkan jika reshuffle hanya melihat, menambah, atau mengurangi kursi menteri yang dinilai dari soal loyalitas partai pendukung pemerintah.

“Jelas reshuffle berkali kali tidak punya korelasi terhadap peningkatan hasil kinerja kementerian,” katanya.

Ia pun membandingkan era pemerintahan Jokowi dengan eranya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Menurut dia, saat itu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tak loyal dan seringkali tidak mendukung program kebijakan pemerintah di parlemen atau sering berseberangan dengan partai politik koalisi lainnya. Akan tetapi, lanjut Pangi, PKS tidak ditendang SBY dari kabinetnya.

Pangi menjelaskan, itu disebabkan karena berkoalisi itu tidak ada nota kesepahaman atau MoU mendukung secara membabi buta. Ia kemudian membandingkan dengan kondisi Partai Amanat Nasional (PAN) yang berbeda sikap soal ambang batas pencalonan presiden 20 persen saat ini. Menurutnya, itu perbedaan sikap itu merupakan hal yang wajar.

“Sebab, menurut PAN (itu) melanggar atau inkonstitusional, menjegal calon presiden yang lain, dan lainnya. Namun soal lain, misalnya terkait program kesejahteraan yang menyentuh langsung hajat hidup orang banyak, PAN all out mendukung dan memuluskan program koalisi pemerintah,” ungkap Pangi.

Leave a Reply