JawaPos.com – Setiap calon gubernur maupun wakilnya memiliki keunggulan dan kelemahan dalam debat pamungkas Pilkada DKI Jakarta yang digelar Rabu malam, (12/4). Namun yang pasti, menurut Direktur Eksekutif Voxpol Center Reseach and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, Anies Basewedan menguasai panggung debat.

“Poin of viewnya, Anies nampak lihai dan mahir menguasai dan memanfaatkan panggung debat publik DKI putaran kedua,” ujarnya melalui pesan singkat, Jumat (14/4).

Kata dia, Anies unggul soal tema pendidikan, reklamasi, rumah nol persen DP, transparansi dan mencoba memainkan peran sebagai pemimpin yang mampu berkomunikasi dan merangkul dengan baik. “Soal rumah susun, cukup merepotkan Ahok-Djarot,” imbuhnya.

Namun terdapat juga kelemahan dari pasangannya, Sandiaga Uno. Itu terjadi ketika Sandi terlihat gagap menjawab pertanyaan Djarot terkait bagaimana cara menyusun kebijakan umum anggaran (KUA).

Namun di sisi lain, politikus Partai Gerindra itu unggul dalam soal memaparkan UMKM permodalan melalui program yang dianggap abstrak namun belakangan Sandi mampu mengkongkritkan secara teknis. Yakni dengan UMKM via oke oce mulai dari lahan usaha, pemasaran serta permodalan, sebab selama ini pengusaha dipersulit dalam permodalan.

Sandi juga nampak berhasil mengambil sentuhan empati komunitas nelayan, rumah susun dan sebagainya. “Saya ingin katakan bahwa Sandi dalam debat tersebut sangat unggul dalam kapasitasnya memberikan solusi mengurai simpul masalah ekonomi,” ulasnya.

Kendati Anies-Sandi menguasai panggung, bukan berarti Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak memiliki keunggulan. Kata Pangi, Ahok unggul dengan mengunakan bahasa yang paling sederhana dan sangat mudah dipahami masyarakat awam.

Dia berhasil mempromosikan dan hampir tidak ada yang tercecer menjelaskan pekerjaan dan program yang sudah dibereskannnya selama menjadi gubernur DKI Jakarta, seperti sebagian besar titik banjir di Jakarta saat ini sudah bisa teratasi.

Ahok tampak lebih mudah mengurai simpul-simpul persoalan transportasi terintegrasi di ibu kota dan Ahok nampak menguasai bagaimana mengadministrasi keadilan sosial.

Misalnya, memastikan kembali bahwa rumah susun sebenarnya tidak bayar, memastikan anak putus sekolah akan disediakan program paket A, B, dan C untuk melanjutkan pendidikan dan menjelaskan strategi menekan harga kebutuhan pokok, serta perhatian dan kepedulian beliau terhadap disabilitas dan lansia.

Namun kelemahan Ahok yang paling fatal adalah mengunakan kalimat menyerang (offensif) terkesan meremehkan. Bisa dilihat ketika Ahok seringkali memakai kata-kata, ‘Kadang kadang saya bingung juga, jangan bohongi rakyat untuk pilkada, jangan terlalu banyak retorika’.

“Istilah di atas seringkali berulang-ulang diucapkan Ahok untuk melakukan serangan balik, namun saya kira blunder dan kontra produktif,” sebut Pangi.

Sementara dia mengatakan, debat pamungkas putaran kedua yang diselenggarakan KPU DKI memang agak berbeda dengan debat sebelumnya.  Indikator debat tersebut terlihat mulai dari poin format debat, pertanyaan, host, serta adanya partisipasi atau mengakomodir pelibatan pelbagai komunitas nelayan, komunitas UMKM, komunitas pemukiman dan rumah susun, komunitas transportasi dan seterusnya.

“Berbeda sekali dengan debat sebelumnya yang menihilkan pelibatan dan partisipasi masyarakat,” ucap dia.

Nah, paslon yang bisa berkomunikasi baik dengan segmen komunitas nelayan, disabilitas, transportasi, permodalan UMKM, dan komunitas rumah susun, kemampuan memainkan sentuhan (finishing touch) menjadi bagian dari mereka, keberpihakannya dan berdiri di mana, menurutnya bisa mengambil bagian. “Tentu berhasil memantik empati,” pungkas Pangi.

Leave a Reply