JAKARTA, (PR).- Salah satu kritik yang saat ini ditujukan kepada pemerintahan Joko Widodo adalah soal peningkatan hutang luar negeri. Persoalan hutang luar negeri ini terkait erat dengan kemandirian sebuah negara.

Direktur Eksekutif Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago menuturkan, adanya kritik peningkatan hutang luar negeri yang dialamatkan kepada pemerintahan Jokowi belum tentu efektif bila dijadikan alat untuk mencari-cari titik lemah Jokowi. Pasalnya, beberapa proyek pembangunan yang dimulai pada saat era Jokowi sudah mulai terasa di daerah-daerah.

“Infrastruktur itu paling mudah untuk dijual (sebagai komoditas politik). Masalah hutang itu tidak akan menjadi problem karena ada realisasi dari hutang itu, yakni membangun (infrastruktur). Masyarakat sudah menjadi tidak terkonsentrasi dengan persoalan hutang, karena sudah digaungkan dengan pembangunan tol, irigasi, pelabuhan, rel kereta api,” katanya, Kamis, 10 Agustus 2017.

Meskipun demikian, Pangi menilai, pada dasarnya pembangunan lebih baik berasal dari pajak, bukan hutang luar negeri. Hanya saja, dalam perkembangan terakhir, keuangan negara ternyata tidak dalam kondisi yang baik.

Hal itu tercermin dari pengetatan APBN yang telah dilakukan pemerintah baru-baru ini. Sementara pada saat bersamaan, Jokowi memiliki program kerja yang salah satunya membangun infrastruktur yang modalnya tidak sedikit di sejumlah daerah.

Adanya kondisi itu, menurut Pangi, membuat pemerintah menyelenggarakan berbagai program yang bertujuan menghimpun dana, seperti pengampunan pajak. Upaya menghimpun dana yang lebih baru adalah ketika dana haji yang dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji digunakan sebagai investasi dalam pembangunan infrastruktur serta bisnis syariah. “Ambisi membangun infrastruktur dari Jokowi ini sangat tinggi,” kata dia.

Pangi mengatakan, mencari sumber dana dengan berhutang sah-sah saja. Dengan catatan, tingkat hutang itu masih rasional. Hal yang terpenting, menurut Pangi, tingkat hutang itu jangan terlalu tinggi dan tidak rasional sehingga generasi selanjutnya yang malah terbebani.

“Kalau hutang sudah tidak masuk akal sehat kita, siapa yang akan membayarnya nanti? Jangan itu jadi bubble economic. Dihembus besar tetapi rapuh di dalamnya,” ujar Pangi.

Hutang warisan

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Ekonomi Darmin Nasution mengatakan hutang pemerintah sudah ada sebelum Joko Widodo menjabat sebagai presiden. Pemerintahan Jokowi sudah mewarisi hutang sejak awal pemerintahannya dimulai.

“Saat pemerintah Jokowi dilantik, hutang kita sudah Rp 2.700 triliun. Dengan bunga tiga tahun dan cicilannya, boleh jadi Rp 700 triliun,” katanya di Istana Kepresidenan, Selasa, 8 Agustus 2017.

Hutang negara sampai Juni 2017 kini telah berada di kisaran Rp 3.607 triliun. Darmin mengatakan, meskipun ada peningkatan hutang, namun dibarengi dengan pembangunan sejumlah proyek di beberapa tempat. Hal itu dinilainya lebih baik daripada tidak melakukan pembangunan apa-apa.

“Saat pemerintahan ini baru mulai, sudah ada hutang Rp 2.700 triliun. Kalau tidak bikin apa-apa pasti bunganya naik sehingga hutang jadi Rp 3.400 triliun. Sekarang mau pilih mana, hutang Rp 3.400 triliun tapi tidak bikin apa-apa atau hutang Rp 3.700 triliun tapi ada pembangunan banyak?” katanya.

Menurut dia, pinjaman yang digunakan untuk pembangunan akan aman. Pasalnya, pinjaman seperti itu masuk ke dalam kegiatan produktif yang menghasilkan nilai lebih. Berbeda halnya, kata dia, ketika pinjaman ditujukan untuk kegiatan yang sifatnya konsumtif. “Kecuali kalau pinjaman itu untuk makan, ceritanya akan lain,” kata dia.

Selain itu, Darmin menyebutkan, rasio hutang Indonesia yang kini sebesar 28 persen pun masih di bawah rasio hutang negara seperti Malaysia dan Thailand. Kini rasio hutang Malaysia adalah 40 persen dan Thailand 50 persen

Leave a Reply