REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Masih munculnya calon-calon kepala daerah tunggal di Pilkada 2018, ditengarai karena beberapa aktor. Komisi Pemilihan Umum (KPU) bahkan merilis ada 19 daerah yang akan menggelar pilkada dengan diikuti satu calon tunggal.

Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, fenomena munculnya calon tunggal dalam setiap kali pemilihan akan selalu menjadi warna dalam perayaan pesta demokrasi. Menurut dia, ada tiga faktor yang menyebabkan calon tunggal ini masih ada. “Pertama karena mereka incumbent (petahana, Red),” ujar Pangi saat dihubungi Republika.co,id, Kamis (11/1).

Seorang petahana, Pangi menjelaskan, elektabilitasnya sudah tinggi di atas 50+1 dengan tingkat kepuasan (warga) 70 persen. Sehingga tingginya elektabilitas seorang petahana ini membuat ciut nyali lawan yang ingin maju bersaing. “Elektabilitas yang tinggi itu mempengaruhi mental lawannya sehingga memang tidak ada lawan tanding yang sebanding, mentalnya down duluan. Sehingga dia (lawan) tidak maju,” jelas Pangi.

Alasan selanjutnya, ujar Pangi, persaingan dalam Pilkada sangat kompetitif dan dinamis. Seorang incumbent yang sudah memiliki elektabilitas tinggi bisa saja memborong semua partai politik. “Dibeli semua (parpol) oleh incumbent ini, supaya dia saja yang maju dan ini membuat tidak muculnya calon lain,” jelas Pangi.

Faktor yang ketiga menurut Pangi, lantaran syarat yang ditetapkan oleh KPU terlampau tinggi bagi calon-calon di daerah. Seperti seleksi KTP yang ketat, KTP yang dikumpulkan tidak begitu banyak, syarat dukungan partai yang kurang apalagi sudah diborong incumbent menjadi penyebabnya.

“Ini yang sebetulnya sangat kita tahu bahwa calon-calon ini lebih banyak menyerah tanpa syarat dan mereka akhirnya tidak mau maju karena pertimbangan-pertimbangan kesulitan mereka maju bertarung,” katanya.

Leave a Reply