JAKARTA– Menhan Ryamizard Ryacudu mengaku belum menerima laporan adanya upaya makar yang menunggangi rencana demonstrasi 2 Desember 2016 atau aksi 212.

Pernyataan tersebut untuk merespons indikasi makar yang disampaikan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian. Di sisi lain, pengamat politik dari Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago, menilai tudingan adanya gerakan makar berlebihan dan menimbulkan kegelisahan di masyarakat. Dalam pandangannya, kesimpulan yang disampaikan Kapolri masih terlalu dini dan prematur.

“Saya tidak dengar itu (makar) ya. Intelijen saya tidak dengar itu,” ujar Ryamizard di Kantor Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Jakarta, kemarin. Ryamizard menegaskan, makar merupakan tindakan melawan hukum. Karena itu, dia berharap semua pihak mematuhi peraturan berlaku dan tidak melakukan aksi yang mengganggu ketertiban. Dia pun menegaskan Kemenhan siap berhadapan dengan siapa pun yang melakukan makar. Namun sekali lagi, Ryamizard mengaku belum menerima laporan ada upaya makar. “Belum (ada laporan tentang makar), kita kalau ngomong yang pasti benar, jangan sampai yang kata orang, fitnah nanti kan,” kata dia.

Menko Polhukam Wiranto menyatakan, informasi adanya indikasi makar yang menunggangi aksi 212 digali aparat penegak hukum dari media sosial. Menurut dia, info tersebut banyak sekali dan mudah dijaring. “Kapolri enggak ngomong pun kemarin sebenarnya di media sosial sudah begitu gencar (info makar). Kapolri melakukan penjaringan informasi, kemudian menyampaikannya ke publik,” ungkap Wiranto di Istana Kepresidenan kemarin.

Mantan panglima TNI itu menuturkan, sejauh ini pihaknya terus berkoordinasi dengan Polri, TNI, dan intelijen untuk menyelidiki adanya dugaan makar dalam aksi 212. Dia pun menegaskan keyakinannya bahwa polisi tidak gegabah dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. Pangi Syarwi Chaniago menilai tudingan adanya gerakan makar yang menunggangi aksi 212, berlebihan dan menimbulkan kegelisahan di masyarakat. Dalam pandangannya, terlalu dini dan prematur Kapolri mengambil kesimpulan adanya dugaan makar.

“Itu rumor sangat menyesatkan, makin hari selalu sampaikan statement yang justru mengganggu stabilitas. Malah yang terjadi kegaduhan, keresahan,” kata Pangi kemarin. Menurut dia, indikasi makar sama sekali belum terpenuhi jika hanya mengacu pada gerakan massa pada 4 November lalu dan juga rencana aksi pada 25 November dan 2 Desember nanti. Apalagi, dari sisi politik hubungan antarelite masih sangat baik. “Bahkan sebagai simbol, oposisi Pak Prabowo Subiyanto terlihat sangat akrab dengan Presiden Jokowi (Joko Widodo),” ujarnya.

Lalu dari sisi keamanan, kata dia, TNI juga terlihat sangat loyal terhadap Presiden Jokowi. Padahal, kata Pangi, yang paling berpeluang untuk makar selain ketika oposisi menguat, juga faktor keterlibatan TNI. “Lalu siapa yang mau melengserkan, enggak ada unsur yang memenuhi untuk itu. TNI juga loyal, enggak ada main mata,” tuturnya. Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian dalam jumpa pers bersama Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo mengaku mendapat informasi bahwa rencana aksi 212 tidak lagi untuk aksi penegakan hukum tetapi untuk kepentingan politik, yakni usaha untuk penggulingan pemerintahan Presiden Jokowi atau upaya makar.

Tito menyebut manuver dimaksud dilakukan kelompokkelompok tertentu yang memanfaatkan rencana aksi yang digelar Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI). Siapa kelompok dimaksud, mantan kapolda Metro Jaya tersebut tidak menyebutkannya. Dia juga menyebut kelompok dimaksud ingin menduduki Gedung DPR/MPR. Merespons sinyalemen yang disampaikan Kapolri, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol M Iriawan mengeluarkan maklumat terkait rencana aksi 212 nanti.

Maklumat berisi larangan makar. Kapolda mengingatkan, dalam melakukan penyampaian pendapat di muka umum dilarang melakukan kejahatan terhadap keamanan negara berupa makar terhadap presiden dan atau wakil presiden RI, makar terhadap NKRI, dan makar terhadap pemerintah yang sah. “Kepolisian akan melakukan tindakan tegas apabila melakukan makar. Perbuatan pidana makar diancam dengan hukuman mati atau penjara maksimal 20 tahun,” ujar Kapolda, dalam maklumatnya.

Dalam maklumat bernomor Mak/ 04/ XI/2016 tentang penyampaian pendapat di muka umum, Kapolda juga mengimbau para pengunjuk rasa agar menyampaikan aspirasinya itu dengan, damai, tidak merusak fasum, mengganggu fungsi jalan, serta mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Polda Metro Jaya juga membatasi aksi hingga pukul 18.00 WIB.

Presiden Tak Khawatir

Presiden Jokowi mengaku sama sekali tidak khawatir dengan isu makar, meskipun Kapolri telah mengisyaratkan adanya kemungkinan makar pada rencana aksi unjuk rasa pada 2 Desember mendatang. “Ndaklah, kita kan produk demokrasi yang konstitusional. Saya biasa-biasa saja,” kata Kepala Negara menjawab wartawan soal kemungkinan adanya penjegalan terhadap posisinya, seusai sarapan pagi bersama Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh di Istana Merdeka, Jakarta, kemarin.

Selain bertemu Surya Paloh, pada hari yang sama Jokowi juga mengundang Ketua DPP Partai Golkar Setya Novanto dan Ketua Umum PPP M Romahurmuziy. Menurut Presiden, pertemuannya dengan tokoh-tokoh politik, juga konsolidasi dengan TNI/Polri, tidak terkait dengan kekhawatiran sebagaimana yang ditanyakan wartawan. Namun, menurut Presiden, memang itu yang harus dilakukan dalam mengelola, memanage situasi agar masyarakat melihat, sehingga ada ketenangan di situ. Surya Paloh mengungkapkan, bangsa Indonesia kini tengah meniti kembali perjuangan bangsa ke depan agar bisa bersaing lebih kuat dengan bangsa. Menurut dia, hal ini bisa terwujud jika ada suasana ketenangan.

“Apa yang dikenal dengan istilah stabilitas. Jadi starting point dari Bapak Presiden tadi, menekankan betapa penting stabilitas dan itu tidak bisa ditawar-tawar,” katanya. Ketua Umum PPP M Romahurmuziy berharap agar rencana aksi 212 dibatalkan. Sebaliknya, dia mengajak semua pihak mengawal proses hukum terkait dugaan kasus penistaan agama yang dilakukan Ahok. “Mengapa? Karena yang kita butuhkan adalah pengawalan intensif terhadap lembagalembaga negara dan itu tidak bisa dilakukan dengan aksi massa berikutnya,” tegasnya.

Harapan sama juga disampaikan Ketua MPR Zulkifli Hasan. Dia mengaku bersama Ketua Umum DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri bersepakat mengimbau masyarakat Indonesia untuk tidak melakukan demonstrasi, baik pada 25 November maupun 2 Desember 2016, terkait kasus dugaan penistaan agama. “Walaupun demo itu hak dijamin oleh konstitusi, tapi soal DKI (Ahok) kan sudah selesai. Kitapercayakankepada penegak hukum. Dan saya mengimbau untuk tidak demo, baik tanggal 25Novembermaupun2Desember,” kata Zulkifli, usai berkunjung ke Kediaman Megawati, Menteng, Jakarta, kemarin.

Ketua Umum DPP PAN itu pun berharap masyarakat bersabar dan menunggu proses hukum berjalan hingga selesai. Dia juga mengimbau masyarakat Indonesia menjaga persatuan dan kekompakan agar pemerintah bisa bekerja dengan tenang dan baik dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi, seperti dugaan penistaan agama yang disangkakan kepada Ahok. Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau masyarakat agar dalam ikhtiar memperjuangkan aspirasinya dilakukan melalui saluran demokrasi.

Apabila terpaksa hendak melakukan demonstrasi, MUI mengimbau agar dilakukan dengan sopan, tertib, damai, akhlaqul karimah, serta mematuhi peraturan yang berlaku. Imbauan yang dikemas dalam Tausiah Kebangsaan MUI tersebut juga menegaskan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF MUI bukanlah merupakan bagian dari MUI. “MUI meminta apabila terdapat kelompokmasyarakat tetapmelakukan aksi demo 2 Desember 2016, hal tersebut hendaknya dilakukan dengan tidak menggunakan atribut, logo atau simbol-simbol MUI,” ujar Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid, di Jakarta, kemarin.

MUI juga mengingatkan peserta unjuk rasa agar tetap fokus pada tim penegakan hukum kasus penistaan agama serta tidak menyimpang untuk tujuan lainnya yang tidak sesuai dengan semangat menjaga kebinekaan dan keutuhan NKRI. MUI mengimbau kepada pihak kepolisian dan aparat keamanan lainnya, hendaknya dalam menghadapi para peserta unjuk rasa tetap mengedepankan pendekatan persuasif, dialogis, profesional, dan proporsional serta menghindari penggunaan kekerasan, katanya.

Leave a Reply