JAKARTA – Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago, meminta masyarakat bisa membedakan strategi kampanye negatif dan kampanye hitam.

Ia menjelaskan, perbedaan paling mencolok terdapat pada fakta yang diedarkan. Walaupun sama-sama bertujuan untuk membunuh karakter lawan politik, tetapi setidaknya kampanye negatif masih ada bukti atau faktanya. Sementara kampanye hitam itu sama saja dengan fitnah.

“Jadi harus bisa dibedakan ya. Kalau kampanye negatif, tipenya menyerang dengan fakta keburukan lawan. Tetapi kampanye hitam, sama saja dengan berita hoax atau palsu, fitnah tanpa dasar,” ujarnya saat dihubungi Okezone, Kamis (23/3/2017).

Ia menambahkan, misi orang atau pihak melancarkan kampanye hitam sederhana. “Mereka itu sudah tidak punya cara lain untuk menggembosi elektabilitas (lawan), sehingga dia jelek-jelekkan lawan. Dengan harapan publik termakan bualannya dan pindah dukungan,” sambungnya.

Pangi menekankan, kampanye hitam tak lebih sebagai simbol fisik untuk mendongkrak dukungan semata karena sudah kesulitan sendiri. Dengan kata lain, kampanye hitam ini memang jalan terakhir di tengah keputusasaan.

Kampanye hitam terakhir yang paling menghebohkan adalah yang menimpa pasangan cagub-cawagub, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Mereka difitnah telah menandatangani kontrak politik ‘Akad Alittifaq’. Isinya menyebut ada perjanjian tertulis bahwa jika kubu penantang ini menang, hukum syariat Islam, seperti pencuri akan dipotong tangannya akan berlaku.

Sementara Mardani Ali Sera pernah mengungkapkan, kampanye hitam yang menyerang Anies-Sandi yakni, “Awas KJP (Kartu Jakarta Pintar) hilang jika pilih Anies-Sandi.”

Leave a Reply