REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Warga yang memiliki latar belakang pendidikan politik dan pendapatannya rendah, disebut menjadi mangsa pelaku politik uang. Direktur Eksekutif Voxpol Centre Reseach and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menyatakan dari hasil survey yang dilakukan terdapat sekitar 20 persen pemilih yang dapat dipengaruhi pilihannya hanya karena sembako dan uang. Rata-rata pemilih yang dapat disentuh dengan uang adalah pemilih yang parokial dan kaula.

“Yang 20 persen ini adalah pemilih yang hanya lulusan SD atau SMP, dan memiliki pendapatan yang kurang dari Rp 1 juta atau Rp 700 ribu. Mereka disebut juga sebagai pemilih ‘loyal’ bagi para pemain kampanye kotor. Karena mereka dipastikan, akan menjatuhkan pilihan pada si pemberi sembako atau uang,” ujar Pangi saat dihubungi Republika.co.id, kemarin.

Dari hasil survey tersebut, kata Pangi, jumlah pemilih yang menyatakan tidak akan menolak jika diberi sembako atau uang, namun tetap memilih sesuai hati nurani, mencapai angka cukup besar, yakni 30-31 persen. Dan sisanya adalah orang yang menolak betul adanya praktek politik uang.

Menurut Pangi, dari hasil survey tersebut, menunjukkan politik uang di masyarakat menengah ke bawah masih sangat diminati. “Rumus toleransi politik uang itu sederhana. Semakin tinggi pendidikan, penghasilan, dan pengetahuan politik akan semakin rendah toleransi pada politik uang, begitupun sebaliknya,” kata Pangi menambahkan.

Pangi menegaskan, praktek politik uang tersebut, adalah suatu hal yang pastinya telah merusak tatanan demokrasi, sehingga harus segera diselesaikan. Sehingga, Bawaslu didesak harus tegas menindak praktik politik uang.

Leave a Reply