Jakarta – Proyek reklamasi Jakarta telah menuai kontroversi. Pertanyaannya apakah proyek ini bisa dihentikan ketika dua kandidat Gubernur DKI Jakarta yang akan bertarung di putaran kedua memiliki posisi yang berbeda terkait lanjut atau tidaknya pengurugan teluk Jakarta itu?

Pengamat Politik Voxpol Center Research And Consulting, Pangi Syarwi Chaniago mengatakan,  secara politik reklamasi Teluk Jakarta tidak bisa dihentikan oleh siapa pun pejabat Gubernur DKI Jakarta terpilih. Sebab, pembangunan itu sudah diputuskan dan direncanakan sejak lama serta menjadi kebutuhan Ibu Kota Jakarta.

“Siapa pun pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih, secara politis tak akan berani menghentikan proyek itu,” kata Pengamat Politik, Pangi Syarwi Chaniago saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (8/4).

Data menunjukkan, hingga saat ini terdapat 17 pulau yang akan dibuat melalui reklamasi dengan melibatkan sembilan pengembang. Beberapa di antaranya bahkan Badan Usaha Milik Daerah Jakarta dan Badan Usaha Milik Negara.  Di antara pulau hasil reklamasi adalah Taman Wisata Ancol dan Pelabuhan Baru Tanjung Priok. Saat ini Ancol dikelola PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk milik pemerintah provinsi Jakarta. Ancol adalah perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan sebagian sahamnya dikuasai masyarakat.

 “Reklamasi sudah berjalan. Kalau dihentikan, akan banyak yang terimplikasi. Ini kan karena ada momentum Pilkada saja. Kalau saja tidak ada Pilkada DKI, pembangunan lanjut saja. Saya melihat, setelah Pilkada usai isu ini bakal hilang sendiri,” kata Pangi seperti dikutip Antara.

Sementara Tanjung Priok dikelola PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II yang dimiliki pemerintah pusat. Bahkan, Pelabuhan Priok hasil reklamasi tahap I sudah diresmikan Presiden Joko Widodo, Agustus 2016. Penghentian reklamasi akan membuat Pemerintah Jakarta berbenturan dengan pemerintah pusat.

Pemerintah Jakarta, lanjutnya, juga akan dibanjiri gugatan hukum dari para pengembang karena menghentikan sepihak proyek yang sudah berjalan. Bahkan, tak tertutup kemungkinan pengembang akan menuntut ganti rugi kepada pemda akibat kebijakan ini.  Sebagai contoh, pengembang Pulau C, D, dan G yang sudah mengeluarkan dana sangat besar saat memulai konstruksi proyek. Sementara daerah tak memiliki dana untuk ganti rugi.  Padahal, proses pengadilan hingga diperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap (incracht) hampir dipastikan berlarut-larut. Apalagi, persoalan ini sangat kental dengan aroma politik.

Selama proses pengadilan, proyek reklamasi berada dalam “status quo”. Jika ini yang terjadi maka seluruh pihak yang terlibat terjebak dalam situasi yang serba tidak pasti. Kondisi ini akan sangat buruk terhadap persepsi investor.

Penghentian reklamasi akan membuat proyek pembangunan tanggul raksasa yang mengandalkan pembiayaan dari kontribusi pengembang tersendat. Dengan biaya yang sangat besar, anggaran negara tak akan cukup membiayai mega proyek ini. Jika tanggul tak bisa dibangun maka, tambahnya, dipastikan Jakarta Utara akan diterjang banjir rob di setiap bulan purnama. Ini lantaran permukaan air laut yang terus naik akibat perubahan iklim yang dibarengi penurunan permukaan daratan karena pengambilan air tanah yang berlebihan.

Leave a Reply