Rimanews – Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo diingatkan agar tidak terjebak dalam pusaran politik kekuasaan dan harus fokus menjaga pertahanan negara kesatuan Republik Indonesia, kata seorang pengamat.

“Jangan terlalu dalam masuk ke wilayah politis yang banyak penunggang gelapnya,” kata Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago saat dihubungi Rimanews, kemarin.

Dalam jumpa pers di Mabes Polri Senin lalu, Gatot mendampingi Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Mabes Polri yang menyatakan ada kelompok yang akan menggunakan aksi 25 November dan 2 Desember untuk makar. Berbicara setelah Tito, Gatot menyampaikan kalau menyangkut urusan makar, berarti sudah urusan TNI.

Sebelumnya Gatot juga terlihat aktif meredam aksi demo 4 November dan sejak pekan lalu melakukan bersafari ke kampus-kampus mengisi kuliah umum tentang keutuhan NKRI. Kemarin, di kampus Universitas Padjajaran, Bandung, dia menggagas aksi damai “Nusantara Bersatu” dengan mengajak masyarakat di seluruh provinsi menggunakan ikat kepala merah putih pada 30 November 2016.

Menurut Pangi, ada kesan panglima TNI memanfaatkan momentum politik menjelang aksi demonstrasi 25 November dan 2 Desember. Hal itu terlihat dari komentar-komentar Gatot dalam kasus demo 4 November, dan menanggapi aksi demo 2 Desember mendatang. “Semangat sekali,” kata Pangi.

Karena itu, Pangi mengingatkan panglima TNI bisa menahan diri dan berhati-hati memberikan komentar terkait aksi damai. “Ada potensi panglima kena ‘jebakan betmen’, bisa terjebak di pusaran air kekuasaan,” ujar dosen UIN Syarif Hidayatullah itu.

Belakangan menurut Pangi, panglima memaksakan mengomentari aksi damai meskipun menurut Pangi, Gatot masih bekerja secara profesional dan proporsional.

Sementara itu, Koordinator Gerakan Indonesia Bersih, Adhie Massardi menyatakan, posisi panglima TNI memang tidak bisa dilepaskan dari politik, apalagi jika negara dalam posisi terancam.

Adhie mengatakan, Panglima TNI diizinkan untuk melakukan penyelamatan terhadap negara. “Negara ya, bukan pemerintah. Pemerintah bisa berganti tapi negara tidak,” kata dia kepada Rimanews.

Gatot, dalam pandangan Adhie, sedang menjalankan politik tingkat tinggi demi negara. Langkahnya dengan ikut turun ke lokasi demonstrasi bersama kapolri, hanya untuk mengingatkan kepada pemerintah tentang ancaman yang akan menimpa negara.

“Panglima kadang-kdang bisa mengingatkan kepada presiden, ini lho kehendak masyarakat,” katanya.

Sejauh ini, Adhie melihat Gatot masih dalam koridor yang benar dan menjalankan politik kenegaraan demi menyelamatkan negara. “Bukan politik kekuasaan yang berpihak kepada pemerintah berkuasa,” katanya.

Pengamat politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio menilai, safari ke kampus-kampus dan komentar panglima TNI terkait aksi 212 bukan sebuah langkah politis. “Itu perintah presiden Jokowi atas sepengetahuan presiden,” katanya saat dihubungi Rimanews.

Namun, kata Hendri, bila jenderal Gatot mampu meraih simpati mahasiswa dan rakyat, kemungkinan dia bisa menjadi presiden 2019. “Walaupun di acara ILC beberapa waktu lalu, panglima mengatakan tidak berniat. Tapi siapa tahu,” kata Hendri.

Dia mencotohkan, Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo juga pernah mengatakan, belum terpikir menjadi presiden ketika sebelum menjabat. “Lihat saja nanti, bila komunikasinya teratur, Gatot bisa menjadi alternatif calon di 2019,” ujar dia.

Leave a Reply